Riz Maulana

Keluar dari Labirin

  |   Reading time: 4 minute(s).


Hari ini umur saya bertambah menjadi 27 tahun. Entah kenapa rasanya seperti baru keluar dari labirin. Labirin yang saya maksud di sini adalah periode di mana seseorang mengalami kebingungan dan tak tahu arah hidupnya. Biasanya disebut sebagai quarter life crisis, tapi saya lebih suka dengan sebutan labirin karena memang di kasus saya kebingungan dimulai jauh sebelum umur 25. Selama di dalam labirin ini hampir setiap hari saya merasa gelisah dan kebingungan, tak tahu apa yang sebenarnya saya inginkan. Ditambah lagi saya sering minder dan tak yakin dengan kemampuan diri sendiri. Saya cukup tersiksa di dalam labirin ini, tapi saya juga tak tahu bagaimana cara keluarnya. Saya kurang percaya terhadap orang lain jadi saya tidak pernah cerita ke orang lain dan menyimpan masalah ini untuk saya sendiri.

Rasa minder ini sepertinya karena, sebagai orang IT, saya terlalu fokus ke satu topik, yaitu jaringan komputer. Jaringan komputer di sini pun yang sifatnya masih eksperimental, bukan yang praktis seperti yang sering dikerjakan oleh operator-operator jaringan. Saya lebih suka ke hal-hal yang eksperimental karena saya dulu ingin sekolah lanjut dan menjadi pengajar. Namun, karena terlalu fokus ke satu topik ini, saya kurang mendalami topik-topik yang lain, terutama soal pemrograman. Harus saya akui bahwa skill pemrograman saya masih level menengah. Saya paham dasar-dasarnya, tapi pemahaman di bidang pemrograman sangat berbeda dengan praktek pemrograman itu sendiri. Ini yang jadi masalah saat saya tidak ingin mendaftar menjadi pengajar dan mencoba bekerja di dunia industri. Saya tidak bisa membuktikan skill pemrograman saya dan portofolio saya sangat minim. Karena itulah puluhan lamaran pekerjaan yang saya kirim, baik di Indonesia maupun di Taiwan, tidak berhasil walaupun ijazah saya S2. Meskipun begitu, saya paham akan kondisi saya dan tidak menyalahkan siapapun karena hasil lamaran tersebut.

Jujur saja, dulu saya menganggap remeh skill pemrograman. Saya tahu pemrograman ini untuk orang IT sangat penting tapi jujur saja saya selalu mencoba menghindarinya. Seringkali saya sampai lupa waktu saat saya ngoding karena saking “menikmatinya” (justru inilah yang membuat saya kurang suka). Tadinya saya beranggapan kalau saya bisa dapat pekerjaan di bidang jaringan tanpa mengandalkan skill pemrograman handal. Ini ada benarnya dan yang dibutuhkan seringkali skill untuk mengkonfigurasi perangkat dan juga sertifikasi dari vendor seperti Cisco. Sertifikasi ini yang jelas makan biaya banyak dan saya juga tidak mau ambil. Di sinilah saya merasa gelisah dan kebingungan. Dengan skill yang bisa dibilang belum terbukti dan tidak ada sertifikat apapun, pekerjaan apa yang saya inginkan? Setelah pulang dari Taiwan dan sambil mencari kerja, saya memutuskan untuk belajar lagi pemrograman dari awal. Harapannya, skill pemrograman ini nanti bisa membuka peluang ke banyak posisi.

Setelah melalui proses pencarian kerja yang cukup panjang, untungnya saya dapat tawaran untuk bekerja sebagai solution engineer di perusahaan distributor software. Tugas saya, singkatnya, membantu bagian sales terkait masalah teknis dari software tersebut. Saya mulai bekerja awal januari 2022 kemarin dan harus diakui, entah kenapa, tujuan hidup saya setelah bekerja ini justru menjadi lebih jelas. Tiba-tiba ada banyak sekali yang ingin saya lakukan. Tadinya saya belajar bahasa C dan Rust, namun saya jadi tertarik belajar bahasa Haskell dan Scala. Lalu saya juga tertarik lagi untuk belajar data science dengan bahasa pemrograman tersebut. Terus saya tertarik lagi untuk belajar bioinformatika. Semua ini terjadi setelah saya masuk kerja. Saya cukup beruntung punya waktu yang lumayan luang di tempat kerja yang seringkali saya pakai untuk belajar banyak hal. Perlu waktu untuk bisa mengontrol diri dan fokus ke satu hal dan sepertinya sekarang (setelah 2 bulan bekerja) saya tahu tujuan saya dan arah mana yang harus saya ambil.

Bisa dibilang saya dulu cukup idealis dan anti dunia kerja. Saya tidak mau otak saya jadi tumpul karena sudah pegang uang dan tidak bisa berkembang di tempat kerja atau justru dipaksa fokus ke jobdesc yang tidak cocok. Ada perasaan takut juga saya jadi tidak bebas di dunia kerja. Untungnya anggapan tersebut belum ada yang saya alami sekarang. Saat ini pula saya coba belajar untuk jadi sedikit pragmatis, melihat mana yang sekiranya ada manfaatnya untuk saya karena juga menyangkut soal perut. Idealisme ini penting tapi saya coba batasi agar saya bisa hidup lebih tenang.

Labirin ini memang cukup menyiksa batin dan saya pikir hampir tiap orang mengalaminya. Kita tidak tahu kapan kita bisa keluar. Di umur 27 ini (untungnya dan harapannya) saya merasa seperti baru keluar dari labirin. Setelah keluar dari labirin ini, tujuan hidup saya terasa lebih jelas. Semua serasa mulai dari nol lagi, tapi bagi saya bukan masalah karena di depan saya ada banyak pilihan jalan. Saya harap kamu semua yang masih ada di dalam labirin bisa segera menemukan jalan keluar.

RM

#tulisan-bebas