Aku Ngoding Maka Aku Ada
  |   Reading time: 4 minute(s).
Sejak November 2021, saya rutin menghabiskan waktu paling tidak 1 jam sehari untuk ngoding. Lebih sering untuk belajar bahasa pemrograman lagi secara otodidak daripada membuat project tertentu. Materi bahasa pemrograman yang sudah saya selesaikan cukup banyak, mulai dari C++, Rust, Haskell, OCaml, Elixir, Clojure, dan Python, baik yang level pemula maupun level lanjut. Proses belajar ini saya dokumentasikan di akun Github saya.
Saya lulusan S2 Ilmu Komputer tapi jujur saja sebelumnya sangat jarang ngoding. Fokus studi saya di jaringan komputer, dan itupun yang cukup teoretis. Ngoding kadang dibutuhkan untuk membuat script sederhana untuk memperdalam pemahaman, tapi selain itu saya lebih sering baca paper. Karena itulah, bagi saya skill ngoding (tadinya) bukan prioritas utama. Meskipun saya cepat paham saat baca program yang dibuat orang lain, saya tidak terlalu pede untuk buat program sendiri, terutama yang skalanya cukup besar.
Sebenarnya, di tahun pertama dan kedua kuliah S1 dulu, saya suka ngoding. Waktu itu diajari Java dan C++ di kelas. Proses ngoding dan debugging meskipun cukup bikin stress, tapi jujur saja enjoyable. Saat ngoding, tujuan hidup ini serasa jadi lebih jelas dan terarah: buat program yang tidak ada bug-nya. Bagi saya, ngoding juga seperti sedang menyelesaikan persamaan matematika. Kita berangkat dari definisi-definisi dasar, lalu memakai definisi tersebut untuk memecahkan masalah di depan kita secara bertahap sampai ketemu hasilnya. Ngoding pun tidak beda jauh: kita punya informasi yang didefinisikan lewat variabel dulu, lalu memakai variabel tersebut untuk melakukan komputasi secara bertahap sampai kita dapat hasilnya. Benar kata orang, ada kenikmatan tersendiri saat kita bisa menyelesaikan persamaan matematika. Atau, dalam konteks ngoding, ada kenikmatan tersendiri saat program kita bisa di-compile dan berjalan sesuai spesifikasi. Saya sangat menikmati duduk berjam-jam di depan laptop cari akar masalah dari bug di program yang saya buat. Ada semacam sensasi “pencerahan” yang masuk ke kepala orang yang bisa menemukan bug.
Tapi entah kenapa di tahun ketiga kuliah, saya mulai merasa jenuh ngoding. Kenikmatan yang tadinya saya rasakan justru berubah jadi kebosanan. Saya melihat ngoding terlalu sempit untuk didalami dan tidak ingin menghabiskan masa kuliah saya berlarut-larut ngoding di depan laptop. Saya kuliah di universitas, harusnya saya belajar banyak hal, bukan cuma ngoding.
Di sinilah saya mulai mendalami ilmu-ilmu humaniora. Uang beasiswa saya pakai untuk beli buku-buku filsafat, sastra, sejarah, dll (note: buku-buku tersebut masih banyak yang belum selesai dibaca sampai sekarang hahahaha). Saat itu, ilmu-ilmu baru ini lebih bisa memenuhi hasrat keingin tahuan saya dibandingkan ilmu IT yang saya dapat di kelas. Sampai akhirnya, saat lulus S1, bisa dibilang saya cukup merasa bukan lulusan IT.
Semangat dan jiwa ngoding saya menyala lagi saat kuliah S2. Di masa inilah, skill ngoding benar-benar dituntut. Sehingga, mau tidak mau, saya juga harus menyesuaikan diri. Sayangnya, saya tidak punya banyak waktu untuk belajar ngoding lagi karena ada banyak project riset dan tugas kelas yang harus diselesaikan dulu. Bisa dibilang, saya lulus S2 dengan skill ngoding yang bare-minimum dan juga kerja keras lembur dan nginep di lab hampir tiap hari hahaha.
Menjelang lulus S2 di pertengahan 2021, saya coba daftar kerja di Taiwan. Namun, saya sadar peluang dapat tawaran kerja yang cocok di sana sangat kecil karena memang portofolio saya masih kurang. Apalagi kebanyakan dari posisi yang saya cari butuh orang yang lancar mandarin. Akhirnya, setelah pulang dan sampai di rumah bulan Oktober 2021, saya niatkan untuk belajar ngoding lagi sambil daftar kerja sana-sini. Sejak itu, saya mulai merasa jiwa ngoding saya bangkit lagi dan bisa menikmati ngoding tiap hari.
Kerjaan saya saat ini tidak perlu ngoding dan saya beruntung ada cukup banyak waktu luang, jadi saya bisa belajar ngoding saat kerja. Saya ingin membayar waktu yang dulu hilang untuk baca buku-buku humaniora. Mungkin kalau dulu bisa tahan dengan kejenuhan ngoding dan tidak lari ke humaniora, saya sekarang sudah jadi senior software developer hahaha. Tapi saya sama sekali tidak menyesal, buku-buku filsafat yang saya pelajari ada manfaatnya juga di saat-saat seperti sekarang ini. Saya harap aktivitas ngoding sekarang ini bisa bantu saya dapat kerjaan yang saya inginkan tahun depan.
RM