Yang Hilang Dari Keramaian Kota
  |   Reading time: 4 minute(s).
Ada yang hilang dari keramaian kota, yang baru saya sadari belakangan ini secara tidak sengaja. Sesuatu yang dulunya ada banyak sekali dan membuat suasana kota lebih hidup. Sesuatu yang membawa nostalgia masa kecil, masa di mana hidup ini terasa lebih menyenangkan. Sebelum saya sebut sesuatu itu, sepertinya perlu saya ceritakan sedikit memori tentang kota saya dulu.
Saya berasal dari sebuah desa di Purbalingga, sebuah kabupaten kecil di Jawa Tengah. Dari yang saya ingat, di periode 2001-2007, suasana kotanya sangat hidup, paling tidak kalau dibandingkan dengan sekarang. Pejalan kaki masih sangat banyak karena dulu kendaraan pribadi masih jarang. Kalau mau ke kota harus naik angkutan kota atau angkot, sebuah mobil Carry berwarna oranye dengan papan nomor trayek di bagian atas. Trotoarnya penuh sesak oleh berbagai macam pedagang, tapi masih bisa dilewati. Penjual VCD bajakan di pinggir jalan suka menyetel lagu bajakannya lewat speaker yang suaranya bisa didengar dari radius 50an meter. Para penjual pakaian, aksesoris, buah-buahan dan jajanan tradisional lainnya juga tidak mau kalah mengisi trotoar. Sudah jadi pemandangan biasa kalau toko-toko di pinggir jalan sampai tertutupi oleh mereka. Jalanannya riuh oleh berbagai macam suara, mulai dari motor dan mobil beserta klaksonnya, kenek-kenek angkot yang berteriak cari penumpang, para pesepeda dan becak di sana-sini dan juga langkah kuda dari dokar. Ngomong-omong soal dokar, dulu mereka ada banyak dan boleh stand-by di sebuah pertigaan di tengah kota, yang juga jadi tempat ngetem angkot. Sering kudanya BAB sembarangan di jalan dan saya masih bisa mengingat baunya tiap kali lewat pertigaan tersebut. Untuk standar kota sekarang, Purbalingga di periode itu mungkin termasuk chaotic. Tapi entah kenapa kotanya terasa lebih hidup. Entah karena waktu itu masih kecil dan tidak tahu apa-apa, tapi tiap saya ke kota rasanya menyenangkan dan tidak pernah merasa bahaya.
Sekarang ini, Purbalingga sudah berubah. Trotoar lebih tertib dan tidak ada lagi pedagang (oke, mungkin masih ada beberapa). Jalanannya sudah dikuasai oleh motor dan mobil pribadi. Jumlah angkot sudah sangat berkurang karena hampir tiap rumah sekarang punya kendaraan pribadi. Becak dan dokar juga sudah tidak pernah saya jumpai di kota. Overall, untuk standar saat ini, kotanya lebih tertib dan nyaman. Tapi, perlu diingat, ini dilihat dari sudut pandang orang yang bawa kendaraan pribadi ke kota. Dari 2010 sampai sekarang, saya merasa kota makin ramai tapi terasa tak hidup, tapi saya tidak bisa menjelaskan penyebabnya. Dari semua perubahan yang terjadi, ternyata ada satu hal yang saya tak sadari hilang dari keramaian kota. Dan ini baru saya sadari di tempat yang jauh dan tak terduga: di tengah kompleks perumahan yang sepi di Jakarta.
Waktu itu siang hari, saya mau belanja di sebuah toko di luar kompleks. Jalanan kompleks sepi dan hanya ada saya yang lewat situ. Dari kejauhan tiba-tiba ada suara yang sangat familiar dan sudah sangat lama tak saya dengar. Suara yang tiba-tiba membawa saya ke masa lalu. Suara yang tidak saya sadari hilang dari memori saya tentang kota dulu. Suara yang akhirnya bisa melengkapi puzzle memori nostalgia saya. Suara itu berasal dari gerobak kayuh dengan atap kecil, semua berwarna serba merah. Seorang bapak yang mengayuh di belakangnya juga berbaju merah. Bisa tebak apa itu? Yak… itu penjual es krim keliling. Dan suara yang dimaksud itu jingle Wall’s.
Jingle ini yang mengingatkan saya bahwa keramaian kota dulu salah satunya disebabkan oleh banyaknya penjual es krim keliling. Saya dulu suka beli es krim, tapi ternyata bukan rasa es krimnya yang menempel di kepala melainkan jingle Wall’s. Dulu rasanya jingle itu memenuhi tiap sudut kota, sampai-sampai otak ini mengasosiasikan suara tersebut dengan suasana hiruk pikuk kota. Ternyata jingle ini yang selama ini saya tak sadari hilang dari keramaian kota. Sekarang es krim lebih mudah ditemui di toko-toko dan sepertinya para penjual es krim keliling sudah menganggap usaha mereka tak menguntungkan sehingga banyak yang berhenti.
Saya merasa semakin tua seorang manusia maka ia semakin ingin mengingat-ingat masa lalu. Dan dengan bertambahnya hari, kemampuan tubuh manusia juga akan turun, termasuk otak. Nantinya kita akan gampang lupa sehingga perlu ada semacam trigger, sesuatu yang bisa membantu mengingat masa lalu. Dan siapa sangka jingle Wall’s jadi salah satu trigger buat saya, pengobat rindu di masa yang melelahkan ini. Maafkan kalau jadi sentimental begini.
RM