Ga Weg
  |   Reading time: 2 minute(s).
Rabu, 14 Agustus, saya berkunjung ke Rijksmuseum dan Wereldmuseum di Amsterdam. Wereldmuseum (dulunya bernama Tropenmuseum) berisi benda-benda dari wilayah bekas jajahan Belanda, termasuk dari Indonesia. Di antara semua koleksi Wereldmuseum yang dipamerkan, ada satu benda yang menarik perhatian saya. Benda tersebut adalah foto di bawah ini.
Foto di atas, yang bertanggal 1958, menunjukkan sebuah grafiti di Den Haag yang bertuliskan “Indo’s Ga Weg!”. Tulisan tersebut berarti “Indos go away!” dalam bahasa Inggris atau “Indo, enyahlah!” dalam bahasa Indonesia.
Indo di sini merujuk ke orang campuran Eropa-Hindia, bukan pribumi. Di grafiti di atas, Indo merujuk ke sekelompok orang yang terpaksa meninggalkan Indonesia karena situasi pasca-kemerdekaan yang tidak menentu dan berbahaya bagi mereka. Mereka terdiri dari orang-orang keturunan Eropa, Peranakan, dan pribumi yang lebih berpihak ke Belanda.
Di Indonesia, mereka tidak diterima karena dianggap sebagai bagian dari entitas kolonialisme Belanda. Mayoritas dari mereka pergi ke Belanda selama program repatriasi pasca-kemerdekaan dan belum pernah sama sekali ke sana. Ada juga yang memilih pergi ke negera lain seperti Australia dan AS. Hanya sebagian kecil yang memilih menetap. Saya tadinya mengira mereka bakal diterima oleh masyarakat asli Belanda karena secara etnik mirip. Ternyata aku salah. Di Belanda, mereka juga tidak terlalu diterima oleh masyarakat asli Belanda karena ternyata dalam banyak hal “tidak mirip-mirip amat”, terutama dalam hal budaya. Sejauh ini saya hanya tahu penolakan ini lewat cerita.
Foto di atas menjadi salah satu bukti akan perlakuan yang didapat orang Indo saat repatriasi. Sekarang bukan lagi sebatas cerita tanpa bukti. Foto tersebut juga menyadarkan saya akan satu topik yang kurang (atau bahkan hilang?) dari materi sejarah di Indonesia: orang-orang Indo. Orang-orang yang berada di “tengah” dan susah untuk menempatkan mereka di kelompok tertentu, karena mereka sudah menjadi sebuah kelompok tersendiri. Saat konflik terjadi, orang-orang tengah inilah yang paling gampang disalahkan dan jadi korban dari kubu-kubu yang berkonflik.
RM